Buku Bersampul Merah Jambu

Cerpen Remaja. Cerpen cinta. Cerita masa SMA.

Sungguh, ini sebuah dilema. Rasa yang tak pernah aku inginkan, sebuah perasaan yang selalu membuatku merasa bersalah. Kenapa harus dia?
Lorong sempit ini mengantarkanku pada sebuah tirai yang membuatku semakin dekat kepadanya. Angin pada mendung pagi ini seolah menggambarkan suasana hatiku. Meniup kerudung putih yang aku kenakan. Deg... seseorang yang aku sebut  Tuan Laba-Laba atau Mr. Spider melangkah cepat mendahuluiku.
“Diasta, kelas kita di atas kan?” sapa Si Tuan Laba-Laba.
“Hmm... Eh, iya... kelasnya di atas,” jawabku gugup. Hati ini serasa dihujam oleh hunusan pedang es. Membekukan, dan... mencair... menjadikan keringat dingin menjalari tubuh ini. Aku perhatikan langkah Si Tuan Laba-laba yang semakin jauh... jauh... dan menghilang di tangga koridor kantor guru. Aku mengikuti jejaknya.
“Semoga di atas udah ada orang selain dia Yaa Allah... Please!” doaku dalam hati. Aku berjalan menaiki tangga dengan wajah tertunduk. What a morningmare...
Kelas masih terlalu sepi. Just me, Mr. Spider, and Vinda. Terlalu sepi dari apa yang aku harapkan... Aku memasuki kelas dengan perasaan yang masih membeku di dalam dada. Aku letakkan tas ungu-ku di samping Vinda. Aku perhatikan langkah Si Tuan Laba-laba yang berjalan mendekati pintu keluar, lalu akhirnya ia menghilang lagi.
“Vinda, apa aku salah yaa?” Aku melontarkan pertanyaan sambil memandang langit-langit kelas yang seolah ikut merasakan apa yang aku rasa. Vinda, dia sudah tau apa yang sebenarnya terjadi.
“Kamu engga salah apa-apa. Perasaan kamu itu... masih rasa yang wajar, Ta... Udah gak usah kamu pikirin deh... Fokus aja buat lomba DCC nanti,” Ucap Vinda. Itulah hal yang aku suka dari sahabatku satu ini. Dia itu... Always understand me.
Memang benar, aku harus fokus pada lomba DCC nanti. Tapi, rasa ini membuatku gak bisa fokus sama keadaan. Rasa bersalah ini membuatku bermusuh dengan keadaan. “Tapi, Vind... Kalo sampe Tia tau kalo in fact, aku ada rasa sama Tuan Laba-Laba gimana?” Itulah aku, terlalu cemas ketika menghadapi sesuatu hal, I really hate this character.
“Tia engga tau kan? Yaudah, Ta... There’s no problem...
Senin pagi itu aku awali dengan hati yang telah terhunus gugusan es... membekukan... Detik demi detik kulalui dengan terfokus pada satu hal... rasa bersalah itu terus membayangiku!
“Ta, kata panitia DCC suruh ke Aula tuh!” seru Ayu, dia teman sekelasku. “Cari yang cowok dulu yuk, katanya mereka ada di kelas atas!” Timpal Ayu. Aku berlari ke Aula, dengan terburu-buru aku melempar tas ungu dan handbag-ku ke asal tempat. Bertiga kita menuju kelas atas. Aku, Ayu dan Tia.
“Woyy, kalian ngapain aja sih di sini!? Ditungguin di aula itu lho!” Seru Ayu dengan nada dan suara khasnya yang sedikit kekanak-kanakan ketika dia berbicara. Sekitar sembilan cowok yang ada di kelas itu berlari pergi keluar ruangan. Deg... mengapa harus ada Mr. Spider?
Tinggal tersisa aku, Tia, Tuan Laba-laba dan Ikhsan di ruangan itu. Tia dan Ikhsan pun akhirnya keluar dari kelas. Just me and Mr. Spider!?  Oh My God... Aku menyusul Tia keluar ruangan. “Eh, aku duluan yaa...” ucapku singkat, masih dengan kepala tertunduk.
“Eh, Ta... Tunggu!” seru Tuan Laba-laba. Aku menghentikan langkah. Menoleh kembali ke arah dimana Tuan Laba-laba berdiri.
“Iya, ada apa?”
“Nih...”
“Buku?”
“Iya... Buat kamu,”
“Buat aku? Dipinjemin buat aku, atau...”
“Ya buat kamu dong, masa aku baca buku cewek sih...”
“Tapi, ini dalam rangka apa kamu ngasih ke aku?”
“Kan dulu aku pernah bilang bakalan ngasih kamu sesuatu. And here it is,”
“Eh, mmm... Makasih yaa,”
“Iya, Sama-sammm...”
“Taa, cepetan turun! Ngapain diatas?!” belum juga Tuan Laba-Laba menyelesaikan perkataannya, Tia yang berdiri di balik tangga berseru kepadaku dengan nada ketus.
Perlahan aku menuruni tangga. Seolah setiap kaki ini melangkah, kaki mengukir jarak yang semakin membawaku menjauh dari Tuan Laba-laba. Kaki ini melangkah dengan langkah gontai. Sesekali mata ini terpejam mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Tangan ini menggenggam erat sebuah buku bersampul merah jambu. Disampingku berdiri sahabatku sendiri, Tia. Aku berusaha menyembunyikan buku itu dari pandangan Tia. Aku tau apa yang dia rasa. Ingin rasanya aku berteriak...
Aku cukup lelah dengan semua ini... I feel so wrong with my best friend. Tidak seharusnya rasa itu hadir kepadaku. I mustn’t save a feeling to him. I musn’t fall in love with Mr. Spider, while I was try to made him closer with my best friend. Where Lavender’s tree in front of Biology Laboratory be a witness, where for the first time I’ve called him as Mr. Spider. And where Science 2 be a witness too, where He gave me a Book with pink’s cover. That is... really a strange thing! Mr. Spider! I’m sory, I can’t lie that I save a strange feels called love to you! Tuan Laba-laba, buku bersampul merah jambu itu akan selalu aku simpan. Whenever...

*THE END*
Hesta Anggia Sari
X.MIA.7

Komentar