Teori Pembentukan Jagat Raya
A. Pengertian Jagat Raya
Sekitar tahun 700 – 600 sebelum masehi, orang Babilonia beranggapan bahwa jagat raya atau alam semesta merupakan suatu ruangan atau selungkup di mana bumi yang datar sebagai lantinya, sedangkan langit-langit dan bintang merupakan atapnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi anggapan tersebut mulai sirna.Jagat raya atau alam semesta (the universe) merupakan ruang tidak terbatas yang di dalamnya terdiri atas semua materi, termasuk tenaga dan radiasi. Jagat raya tidak dapat diukur, dalam arti batas-batasnya tidak dapat diketahui dengan jelas. Galaksi, bintang, matahari, nebula, planet, meteor, asteroid, komet, dan bulan, hanyalah sebagian kecil dari materi di jagat raya yang dikenal manusia yang hidup di Bumi.
Akan tetapi, secara lebih mendalam semua yang ada di jagat raya masih merupakan rahasia yang sama sekali belum terungkap. Hal ini antara lain disebabkan karena tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia dalam mengungkap rahasia alam semesta masih sangat terbatas. Seperti diketahu Bumi tempat tinggal manusia merupakan suatu bulatan kecil yang dikenal sebagai suatu planet anggota dari sistem tata surya dengan matahari sebagai pusatnya.
B. Teori-Teori Pembentukan Jagat Raya
Proses terjadinya jagat raya atau alam semesta merupakan salah satu misteri yang dicoba untuk dipecahkan oleh manusia. Rahasia mengenai bagaimana terbentuknya asal mula jagat raya telah melahirkan asumsi dan teori yang dikemukakan oleh para ahli. Berikut ini adalah teori-teori yang menjelaskan proses pembentukan jagat raya.1. Teori Big Bang
Teori Big Bang dikembangkan oleh George Lemarie. Menurut teori ini, jagat raya terbentuk dari ledakan dahsyat yang terjadi kira-kira 13.700 juta tahun yang lalu. Akibat ledakan tersebut materi-materi dengan jumlah sangat banyak terlontar ke segala penjuru alam semesta. Materi-materi tersebut akhirnya membentuk bintang, planet, debu kosmis, asteroid, meteor, energi, dan partikel-partikel lain.Teori Big Bang ini didukung oleh seorang astronom dari Amerika Serikat, yaitu Edwin Hubble. Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa jagat raya ini tidak bersifat statis. Semakin jauh jarak galaksi dari Bumi, semakin cepat proses pengembangannya. Penemuan tersebut dikuatkan lagi oleh ahli astrofisika dari Amerika Serikat, Arno Pnezias dan Robert Wilson pada tahun 1965 telah mengukur tahap radiasi yang ada di angkasa raya.
Penemuan ini kemudian disahkan oleh ahli sains dengan menggunakan alat NASA yang bernama COBE spacecraft antara tahun 1989–1993. Kajian-kajian terkini dari laboratorium CERN (Conseil Europeen pour la Recherche Nucleaire atau European Council for Nuclear Research) yang terletak berdekatan dengan Genewa menguatkan lagi teori Big Bang. Semua ini mengesahkan bahwa pada masa dahulu langit dan Bumi pernah bersatu sebelum akhirnya terpisah-pisah seperti sekarang.
Big Bang melepaskan sejumlah besar besar energi di alam semesta yang kelak membentuk seluruh materi alam semesta. Atom hidrogen terbentuk bersamaan saat energi dari Bing Bang meluas keluar. Lebih dari jutaan tahun kemudian, atom hidrogen tersebut terus bertambah banyak berkumpul membentuk debu dan awan hidrogen (nebula). Awan hidrogen tersebut makin lama makin padat dengan temperatur jutaan derajat celcius. Awan hidrogen inilah yang menjadi bahan pembentuk bintang-bintang di alam semesta. Setelah terbentuk banyak bintang, selanjutnya bintang tersebut berkumpul membentuk kelompok yang kemudian disebut galaksi. Dari galaksi, lahirlah bermilyar-milyar tata surya, salah satunya tata surya yang kita tinggali sekarang ini.
Kekuatan Big Bang ini masih terus terasa sampai saat ini. Hal ini dibuktikan dengan keadaan alam semesta yang semakin meluas. Galaksi-galaksi saling bergerak menjauh satu sama lain. Keadaan ini akan terus terjadi hingga gerakan menjauh tersebut mencapai batasnya. Bila batas tersebut tercapai, semua materi di alam semesta akan berhenti menjauh dan melakukan gerakan kembali tertarik oleh gravitasi universal ke titik permulaan ledakan. Semua materi akan kembali seperti semula berkumpul membentuk titik di awal Big Bang.
Pada tahun 1948, George Gamov mengembangkan perhitungan-perhitungan yang dibuat oleh Georges Lemaitre, kemudian ia mengemukakan sebuah teori baru yang sesuai dengan teori Big Bang. Menurutnya, jika alam semesta terjadi karena sebuah ledakan besar, maka di alam semesta ini seharusnya terdapat sisa radiasi dari ledakan tersebut. Apalagi bila radiasi ini tersebar ke semua arah di alam semesta ini dengan perbandingan yang sama (proporsional). Berikutnya setelah Gamov, pada tahun 1950, Ralph Alpher dan Robert Herman juga mengatakan hal serupa, yaitu seharusnya terjadi radiasi tersebut.
Memang benar, seharusnya ada radiasi tersebut dalam kadar tertentu di alam semesta ini. Tidak lama kemudian, bukti "yang memang seharusnya ada" tersebut ditemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti yang bernama Arno Penzias dan Robert Wilson menemukan gelombang-gelombang radiasi tersebut.
Radiasi yang diberi nama "radiasi dasar gelombang mikrokosmik" ini berbeda dengan radiasi yang biasanya bersumber dari angkasa. Radiasi ini tersebar di alam semesta secara rata ke semua arah. Dengan kata lain, radiasi ini tidak memiliki sumber, tetapi tersebar ke seluruh alam semesta. Hasil yang mengejutkan ini tidak hanya sampai di sini. Jumlah radiasi yang disebutkan Penzias dan Wilson ternyata sangat dekat dengan angka yang sebelumnya diperkirakan oleh para ilmuwan. Penzias dan Wilson mendapatkan Penghargaan Nobel sebagai orang pertama yang membuktikan teori Big Bang dengan percobaan.
Bukti penting lain yang membenarkan teori Big Bang adalah adanya gas hidrogen dan helium di angkasa. Dengan pengukuran-pengukuran yang dilakukan, telah diketahui bahwa perbandingan gas hidrogen dan helium di alam semesta sesuai dengan perhitungan-perhitungan teori perbandingan hidrogen dan helium yang tersisa dari Big Bang. Padahal, jika alam semesta ini berlangsung dari hukum kekekalan atau tanpa permulaan, maka hidrogen yang ada di alam semesta akan terbakar hingga habis dan mengubahnya menjadi helium.
2. Teori Keadaan Tetap (Steady State Theory)
Menurut teori ini, alam semesta tidak ada awalnya dan tidak akan berakhir. Alam semesta selalu terlihat tetap seperti sekarang. Materi secara terus-menerus datang berbentuk atom-atom hidrogen dalam angkasa yang membentuk galaksi lama yang bergerak menjauhi kita dalam ekspansinya. Teori ini dikemukakan oleh H. Bondi, T. Gold, dan F. Hoyle dari Universitas Cambridge pada tahun 1948.
Teori ini berdasarkan prinsip kosmologi sempurna yang menyatakan bahwa alam semesta di manapun dan selalu sama.teori ini ditunjang oleh kenyataan bahwa galaksi baru mempunyai jumlah yang sebanding dengan galaksi lama. Jadi, teori ini beranggapan bahwa alam semesta itu tak terhingga besranya dan tak terhingga tuanya.
Walaupun populer pada awal abad ke-20, teori ini kini ditolak oleh sebagian besar kosmolog profesional dan ilmuwan lain karena bukti pengamatan menunjukkan kebenaran model ledakan dahsyat dan usia alam semesta yang terbatas. Bukti yang dianggap meruntuhkan teori ini adalah radiasi latar gelombang mikro kosmis yang diprediksi oleh model ledakan dahsyat.
Teori keadaan tetap ini berlawanan sekali dengan teori big bang. Dalam teori ini, ruang angkasa berkembang menjadi lebih kosong sewaktu berbagai galaksi saling menjauh. Dalam teori tetap, kita harus menerima bahwa zat baru selalu diciptakan dalam ruang angkasadi antara berbagai galaksi, sehingga galaksi baru akan terbentuk guna menggantikan galaksi yang menjauh. Orang sepakat mengatakan bahwa zat baru itu ialah hidrogen. Yaitu sumber yang menjadi asal usul bintang dan galaksi.
3. The Oscillating Theory
Teori ini dikenal pula dengan nama teori ekspansi dan konstraksi. Menurut teori ini, jagat raya terbentuk karena adanya suatu siklus materi yang diawali dengan masa ekspansi atau mengembang yang disebabkan oleh adanya reaksi inti hidrogen, pada tahap ini terbentuklah galaksi-galaksi.
Tahap ini diperkirakan berlangsung selama 30 milyar tahun, selanjutnya galaksi-galaksi dan bintang yang telah terbentuk akan meredup, kemudian memampat yang didahului dengan keluarnya pancaran panas yang sangat tinggi. Setelah tahap memampat maka tahap berikutnya adalah tahap mengembang dan kemudian memampat lagi.
Komentar
Posting Komentar